Kamis, 19 Januari 2017

Contoh kasus pelanggaran etika bisnis, pelanggaran yang merugikan konsumen, pelanggaran yang merugikan karyawan.

Contoh Kasus pelanggaran etika bisnis
Pelanggaran etika bisnis terhadap akuntabilitas
Sebuah Rumah Sakit Swasta melalui pihak pengurus mengumumkan kepada seluruh karyawan yang akan mendaftar PNS secara otomotais dinyatakan mengundurkan diri. A sebagai salah seorang karyawan di RS Swasta itu mengabaikan pengumuman dari pihak pengurus karena menurut pendapatnya ia diangkat oleh Pengelola dalam hal ini direktur, sehingga segala hak dan kewajiban, dia berhubungan dengan pengelola bukan pengurus. Pihak pengelola sendiri tidak memberikan surat edaran resmi mengenai kebijakan tersebut. Karena sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan diri. Dari kasus ini, RS Swasta itu dapat dikatakan melanggar prinsip akuntabilitas karena tidak ada kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah Sakit.
Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip pertanggungjawaban
Sebuah perusahaan PJTKI melakukan rekruitmen untuk tenaga baby sitter. Dalam pengumuman dan perjanjian dinyatakan bahwa perusahaan berjanji akan mengirimkan calon TKI setelah 2 bulan mengikuti training dan dijanjikan akan dikirim ke negara-negara tujuan. Bahkan perusahaan tersebut menjanjikan bahwa segala biaya yang dikeluarkan pelamar akan dikembalikan jika mereka tidak jadi berangkat ke negara tujuan. B yang terarik dengan tawaran tersebut langsung mendaftar dan mengeluarkan biaya sebanyak Rp 7 juta untuk ongkos administrasi dan pengurusan visa dan paspor. Namun setelah 2 bulan training, B tak kunjung diberangkatkan. Ketika dikonfirmasi, perusahaan PJTKI itu selalu berkilah ada penundaan, begitu seterusnya. Dari kasus ini, Perusahaan PJTKI tersebut telah melanggar prinsip pertanggungjawaban dengan mengabaikan hak-hak B sebagai calon TKI yang seharusnya diberangnka ke negara tujuan untuk bekerja.
Contoh Kasus pelanggaran yang merugikan Konsumen
“Bedah Kasus Konsumen Fidusia”
Pengaduan konsumen tentang pembayaran angsuran motor melalui jaminan fidusia masih marak terjadi hingga kini. Adanya kebutuhan konsumen dan stimulus kemudahan dari sales perusahaan penjual motor menjadikan proses jual-beli lebih mudah, bahkan bagi seorang tukang becak sekalipun yang pendapatan hariannya relatif rendah. Permasalahan mulai timbul ketikakonsumen tidak mampu membayar kredit motor, yang membuat erusahaan mencabut hak penguasaan kendaraan secara langsung. 
Pada umumnya praktek penjualan motor dilakukan sales dengan iming-iming kemudahan memperoleh dana untuk pembayaran dengan jaminan fidusia, dimana persyaratannya sederhana, cepat, dan mudah sehingga konsumen kadang tidak pemperhitungkan kekuatan finansialnya. Sementara klausula baku yang telah ditetapkan pelaku usaha diduga terdapat informasi terselubung yang dapat merugikan konsumen. Untuk itu, mari kita cermati bedah kasus fidusia di bawah ini:
Kasus Posisi 
LAS yang berprofesi sebagai tukang becak, membeli kendaraan sepeda motor Kawasaki hitam, selanjutnya NO meminjamkan identitasnya untuk kepentingan LAS dalam mengajukan pinjaman pembayaran motor tersebut dengan jaminan fidusia kepada PT. AF. Hal ini bisa terjadi karena fasilitasi yang diberikan oleh NA, sales perusahaan motor tersebut. Kemudian konsumen telah membayar uang muka sebesar Rp. 2.000.000,- kepada PT. AF dan telah mengangsur sebanyak 6 kali (per angsuran sebesar Rp. 408.000,-). Namun ternyata pada cicilan ke tujuh, konsumen terlambat melakukan angsuran, akibatnya terjadi upaya penarikan sepeda motor dari PT. AF
Merasa dirugikan, konsumen mengadukan masalahnya ke Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)Bojonegoro. Kemudian karena tidak mampu melakukan Pembayaran, maka LAS menitipkan obyek sengketa kepada LPKSM disertai berita acara penyerahan.Akibatnya LAS/NO dilaporkan oleh PT. AF dengan dakwaan melakukan penggelapan dan Ketua LPKSM didakwa telah melakukan penadahan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar